📿 The Prayer of the Oppressed
There’s something I’ve been thinking about.
Suddenly, it slipped into my mind.
Do you remember the lockdown?
So many businesses went under.
Big names. Small shops. Franchise chains that used to have queues around the block — gone. Silent. Done.
In 2020 alone, over 37,000 companies shut down in Malaysia.
Some say it was just the economy.
But maybe — just maybe — it wasn’t the virus alone.
Maybe something else was at play.
Maybe it was the prayers of those who were wronged.
-
Employees who were unpaid for overtime.
-
Shouted at.
-
Forced to work without leave.
-
Paid late.
-
Fired without dignity.
Nobody really heard their voices.
But Heaven did.
“Beware the prayer of the oppressed, for there is no barrier between it and Allah.”— Prophet Muhammad ï·º (Bukhari & Muslim)
These prayers don’t need microphones.
They don’t trend.
They don’t go viral.
They just need one moment —
when the heart breaks,
when tears fall,
and when someone whispers our name…
in a plea to God.
🚖 Then I thought about something else.
When e-hailing apps took over,
the taxi industry in Malaysia collapsed — almost overnight.
I’m not here to bash taxi drivers.
Many were good, honest, and struggling.
But let’s be real — a lot of passengers were mistreated for years.
📊 From 2015 to 2018, over 60% of Malaysians said they were dissatisfied with taxi services.
No meters. Rude drivers. Unsafe rides.
Some were robbed. Some assaulted.
🧾 Between 2017 and 2022, over 20,000 taxi driver registrations disappeared.
And after stepping out of those taxis,
some passengers cried.
Some prayed.
They asked God to protect others from the same experience.
And maybe… just maybe… when enough pain rises to the sky,
God answers —
not with lightning,
but with a system change.
Not revenge.
Just protection — for the rest.
💠We think we’ve “won” when we get away with hurting people.
But we forget:
They still have God.
And the prayer of the oppressed?
It’s not just emotion.
It’s a formal report to the Lord of the heavens and the earth.
So before we use our power — no matter how small —
Before we insult, belittle, or ignore someone’s pain,
just remember:
They don’t have to shout.
They just have to whisper our name in pain.
And let the heavens do the rest.
And when God answers…
It doesn’t always come in the form of storms.
Sometimes it comes quietly —
as decline, collapse,
or the disappearance of blessings.
And we won’t even know where it started.
🕊️ So let’s be careful.
Be kind.
Guard our words.
Use whatever authority we have — with humility.
And if you’ve ever been wronged —
don’t forget:
He’s still listening.
That prayer is still valid.
🤲 Soft landing
If you’ve ever been oppressed,
I pray God heals your heart.
And if I’ve ever wronged anyone —
I pray I get to apologise…
before their prayer gets answered first.
Malay Version:
Doa Orang yang Teraniaya
Ada satu benda yang aku rasa kita patut renung balik.
Tiba-tiba je terlintas dalam fikiran.
Sebenarnya dah lama aku fikir…
cuma belum sempat nak luah.
Kau ingat tak waktu PKP dulu?
Berapa banyak bisnes yang tumbang?
Bukan setakat gerai tepi jalan —
company besar, sederhana, kecil pun sama.
Restoran yang dulu orang beratur sampai luar —
sunyi. Tutup. Tamat.
Tahun 2020 je, lebih 37,000 syarikat tutup operasi kat Malaysia.
Ada yang salah urus.
Ada yang memang tak mampu bertahan.
Tapi aku terfikir —
mungkin bukan sebab COVID semata-mata.
Mungkin ada faktor lain yang kita tak nampak.
Mungkin...
itu jawapan kepada doa orang-orang yang pernah mereka zalimi.
Pekerja yang tak dibayar OT.
Yang dimaki depan orang.
Yang kena tipu, senyap-senyap.
Kena paksa kerja walaupun takde cuti.
Gaji lambat.
Kena buang tanpa hormat.
Macam tak ada nilai.
Tak ramai dengar suara diorang ni.
Tapi langit dengar.
“Takutlah kepada doa orang yang dizalimi, kerana tidak ada hijab antara dia dengan Allah.”— Riwayat Bukhari & Muslim
Doa macam ni…
tak perlukan speaker.
Tak perlu trending.
Tak perlu viral.
Cukup satu detik —
masa hati hancur.
Air mata jatuh.
Dan nama kita disebut… dalam doa mereka pada Tuhan.
Lepas tu aku teringat lagi satu.
Nak tambah sikit.
Waktu dunia e-hailing naik mendadak,
industri teksi runtuh —
hampir sekelip mata.
Aku bukan nak buruk-burukkan pemandu teksi.
Ramai je yang jujur, baik, dan tengah struggle.
Tapi… kita tak boleh tutup mata:
Ramai orang Malaysia pernah trauma naik teksi dulu.
Antara 2015 hingga 2018,
lebih 60% pengguna cakap mereka tak puas hati.
Sebab apa?
Tak pakai meter. Kasar. Tak selamat.
Ada yang kena rompak. Ada yang jadi mangsa seksual.
Dan antara 2017 hingga 2022,
lebih 20,000 pemandu teksi berhenti.
Lepas keluar dari teksi tu,
ada yang menangis.
Ada yang doa.
Minta Allah lindungi orang lain —
daripada nasib yang sama.
Dan bila terlalu banyak doa orang yang sakit naik ke langit,
mungkin Allah jawab —
bukan dengan petir,
tapi dengan sistem baru.
Bukan balasan semata.
Tapi perlindungan untuk ramai lagi.
Kadang kita rasa kita ‘menang’
bila kita boleh tindas orang…
dan tak ada siapa yang lawan.
Tapi kita lupa:
mereka masih ada Allah.
Dan doa orang teraniaya,
itu bukan kemarahan semata.
Itu bukan kutukan.
Itu laporan rasmi kepada Tuhan langit dan bumi.
Jadi sebelum kita guna kuasa — walau sekecil mana pun —
sebelum kita hukum, hina, atau rendahkan orang,
ingat satu benda:
Mereka tak perlu jerit.
Mereka cuma perlu bisik nama kita dalam luka.
Dan biar langit yang uruskan selebihnya.
Dan bila Tuhan jawab…
bukan semua jawapan datang dalam bentuk kilat.
Kadang, ia datang senyap-senyap.
Sebagai kemerosotan.
Sebagai kejatuhan.
Sebagai hilangnya keberkatan.
Dan kita pun tak tahu —
dari mana semuanya bermula.
Jadi jom… kita jaga diri.
Jaga adab.
Jaga mulut.
Jaga kuasa yang kita ada — walaupun kecil.
Dan kalau kau pernah jadi mangsa,
jangan lupa:
Tuhan masih dengar.
Dan doa tu masih sah.
Penutup lembut:
Kalau kau pernah teraniaya,
aku doakan Tuhan pulihkan hati kau.
Dan kalau aku sendiri
pernah sakiti sesiapa —
aku mohon…
moga aku sempat minta maaf
sebelum doa mereka sampai dulu.
Wallahu’alam.
No comments:
Post a Comment